Komisi IX DPR RI Meminta Aturan Pembatalan Tenaga Honorer
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati meminta Menteri Pendagayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) Abdullah Azwar Anas segera merealisasikan pembatalan penghapusan tenaga honorer sesuai arahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Kurniasih menyebut arahan tersebut harus segera direalisasikan dengan menerbitkan regulasi yang merevisi aturan penghapusan tenaga honorer pada November 2023.
“Harapan hanya akan menjadi kenyataan jika sudah muncul regulasi yang merevisi peraturan sebelumnya. Sampai itu terjadi, tenaga honorer masih harap-harap cemas menunggu kepastian hukum,” katanya melalui keterangan resminya, Senin 6 Maret 2023.
Kurniasih mengatakan, kebijakan tidak menghapus tenaga honorer sejalan dengan masukan dan keputusan dari Panja Komisi IX DPR RI yang meminta ada solusi bagi honorer yang belum terseleksi menjadi PPPK maupun PNS.
“Selain itu, perlu dibuat rumusan juga agar tenaga honorer bisa mendapat kesejahteraan yang layak mengingat perannya yang krusial dan belum bisa digantikan,” kata politikus PKS tersebut.
Kurniasih mengatakan, dengan adanya kesejahteraan tersebut, bayangan hadirnya ratusan ribu pengangguran baru dengan rencana awal penghapusan tenaga honorer bisa dihindari.
“Terutama honorer tenaga kesehatan yang sudah terbukti membantu dengan segala risiko dalam penanganan pandemi Covid-19,” kata Kurniasih.
Kurniasih menegaskan bidang kesehatan masih memerlukan banyak dukungan tenaga kerja, sebab masih banyak ketimpangan jumlah tenaga kesehatan dengan rasio penduduk di Indonesia.
Pada 2025 diharapkan ketersediaan tenaga dokter umum dan dokter spesialis masing-masing 112 dan 28 per 100 ribu penduduk, dokter gigi 11 per 100 ribu penduduk, perawat dan bidan masing-masing 158 dan 75 per 100 ribu penduduk, sanitrian dan tenaga gizi masing-masing 35 dan 56 per 100 ribu penduduk.
Sementara Data Kementerian Kesehatan menunjukkan hanya tenaga perawat dan bidan yang sudah melebihi target rasio tersebut. Sedangkan untuk dokter dan tenaga kesehatan lainnya masih jauh dari target rasio yang ditetapkan.
“Belum lagi bicara sebaran tenaga kesehatan yang belum merata. Perlu terobosan kebijakan untuk bisa mengisi tenaga kesehatan, baik dari honorer maupun jalur non-honorer menjadi PPPK atau ASN,” kata dia.